Teori tes klasik atau classical test theory (CTT) merupakan
salah satu pendekatan yang digunakan dalam dunia pengukuran di bidang
Psikologi. Teori tes klasik dikenal juga dengan sebutan teori skor murni (true score theory). Hal ini berkaitan
dengan fokus kajian teori tes klasik yang ingin melihat nilai skor murni dari
skor tampak yang diperoleh. Teori ini dikembangkan oleh Charles Spearman tahun
1904 dan masih terus digunakan hingga saat ini. Spearman mengembangkan CTT
dengan menggabungkan konsep eror dan korelasi (Salkind, 2007). CTT merupakan
teori psikometri yang populer serta banyak digunakan pada berbagai disiplin
ilmu (psikologi, pendidikan, dan ilmu sosial lainnya). Istilah “klasik” yang
digunakan tidak hanya mengacu kronologi model ini, tetapi juga sebagai kontras
dengan lebih teori psikometri yang lebih baru yang disebut sebagai sebagai
Teori Respon Butir (Item Response Theory),
yang sering kali disebut juga dengan istilah "teori modern". Terdapat
beberapa perbedaan yang mendasari teori tes klasik dengan teori respon butir.
Dari sisi pendekatan, teori tes klasik
mengadopsi pendekatan deterministik (certainty)
dimana fokus utama analisis adalah skor total individu (X). Setiap tes memiliki
eror (E) yang menyertai setiap hasil pengukuran dalam mengukur sifat manusia. Skor murni (T) dan error (E) keduanya adalah variabel laten, namun tujuan
pengujian adalah untuk menarik kesimpulan mengenai skor murni individu. Skor
per-item juga dapat dipastikan benar dan salahnya yaitu misalnya jika jawaban
seseorang benar maka diberi skor 1 dan salah diberi skor 0. Sedangkan IRT berfokus
pada probabilitas dalam menjawab setiap item dimana menilai jawaban bukan pada
total skor seseorang melainkan mempertimbangkan respon/jawaban seseorang pada
level item. Pemberian skornya juga bukan dengan cara menentukan skor 1 atau 0,
melainkan probabilitas orang tersebut mendapat skor 1 atau skor 0.
Asumsi
Teoritik Mengenai Skor
Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
teori tes klasik memiliki banyak asumsi di dalamnya. Performasi subjek pada suatu skala pengukuran dinyatakan dalam angka yang disebut skor. Skor ini merupakan skor perolehan pengukuran yang selanjutnya disebut sebagai skor tampak atau dilambangkan dengan X. Di dalam skor tampat terdapat skor murni (T) dan error pengukuran (E) yang tidak pernah dapat diketahui besarannya (Azwar, 2011). Teori tes klasik bekerja pada tataran skor tampak dengan menggunakan model linier dalam menjelaskan model skor. Beberapa asumsi yang
mendasar skor dalam teori tes klasik diantaranya sebagai berikut (disarikan
dari Azwar, 2015)
Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan
Skor tampak (X), skor murni (T), dan eror pengukuran (E) bersifat aditif. Skor
tampak (X) yang diperoleh individu merupakan akumulasi dari skor murni (T) dan
eror pengukuran (E).
Asumsi ini menyatakan bahwa skor murni
merupakan nilai harapan X. Karena besar skor murni diasumsikan tetap dalam
setiap pengukuran, maka besar varians skor tampak akan tergantung pada variasi
eror pengukuran.
Korelasi antara eror pengukuran dan
skor murni adalah nol. Menurut asumsi ini, bagi suatu kelompok populasi subjek
yang dikenai tes distribusi eror pengukuran dan distribusi skor murni adalah
independen satu sama lain. variasi eror tidak tergantung pada variasi skor
murni.
Bila e1 adalah eror pengukuran tes
pertama dan e2 adalah eror pengukuran tes kedua, maka asumsi ini menyatakan
bahwa distribusi eror kedua tes tersebut tidak berkorelasi satu sama lain.
Asumsi kelima menyatakan bahwa eror
pada suatu tes tidak berkorelasi degan skor murni pada tes lain.
Catatan
Mengenai Teori Skor Klasik
Seperti dijelaskan sebelumnya, teori
skor klasik bukan satu-satunya pendekatan dalam psikometri. Sumintono & Widhiarso (2015) memberikan catatan penggunaan
skor mentah/raw score sebagai ukuran
prestasi yang memiliki beberapa kelemahan, di antaranya sebagai berikut.
- Skor mentah pada dasarnya bukanlah hasil pengukuran. Lebih tepatnya skor mentah adalah jumlah jawaban benar dari soal yang dikerjakan siswa.
- Skor mentah adalah informasi awal. Skor mentah juga biasanya dinyatakan dalam persentase (%) yang tidak lain hanyalah ringkasan data berupa angka, tetapi tidak memberikan data dari suatu pengukuran.
- Skor mentah memiliki makna kuantitatif yang lemah. Makna kuantitatif dari skor mentah yang didapat akan berbeda, bergantung pada banyaknya soal, sedangkan persentase jawaban betul selalu bergantung pada tingkat kesulitan soal.
- Skor mentah tidak menunjukkan kemampuan seseorang terhadap tugas tertentu. Skor mentah juga tidak bisa banyak menjelaskan tingkat kesulitan soalnya.
- Skor mentah dan persentase jawaban benar tidak selalu bersifat linier. Dalam sebuah tes yang bersifat linier, siswa yang memiliki skor 15 (skala 0 hingga 100) selalu memiliki kemampuan lebih tinggi dibanding yang memiliki skor 10. Namun, secara empirik terkadang keduanya memungkinkan memiliki kemampuan yang sama.
Referensi
Azwar, S. (2015). Dasar-dasar
Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Salkind,
N. J. (2007). Encyclopedia of measurement and statistics volume 1. California:
SAGE Publications, Inc.
Sumintono, B., & Widhiarso,
W. (2015). Aplikasi Pemodelan Rasch Pada
Assessment Pendidikan. Bandung: Trim Komunikata
EmoticonEmoticon