Ada tiga istilah yang sering kita dengar dalam proses
penyusunan skala, yakni adaptasi, modifikasi, dan konstruksi. Beberapa orang sering
menganggap sama arti dari ketiga istilah ini, sedangkan beberapa menganggap berbeda
namun dengan pengertian yang masih tidak jelas. Beberapa literatur dalam bahasa
Indonesia juga sedikit sekali yang membahas ketiga istilah ini. Beberapa
dosen ada yang cukup strict dengan penggunaan istilah ini, maka bersiap-siap saja
kena tegur saat ujian jika kita mengatakan adaptasi skala tapi kita menambahkan
item-item buatan kita sendiri.
Sebenarnya apa perbedaan antara adaptasi, modifikasi,
dan konstruksi? Tulisan ini akan coba memberikan penjelasan mengenai ketiga
istilah ini, baik dari literatur yang ada maupun dari praktis penggunaan
istilah ini di Indonesia.
Adaptasi Skala
Secara umum, adaptasi skala merupakan istilah yang
menggambarkan proses terjemahan skala dari bahasa asli ke bahasa tujuan. Dalam
perkembangannya, istilah yang lebih populer adalah adaptasi lintas budaya. Adaptasi
lintas budaya mencakup proses alih bahasa dan masalah adaptasi budaya dalam menyiapkan
skala untuk digunakan dalam setting lain (Beaton, Bombardier, Guillemin, &
Ferraz, 2000). Jadi adaptasi
lintas budaya bukan semata-mata terjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain,
namun juga menyesuaikan dengan konteks budaya dimana skala itu akan digunakan. Misalnya skala asli berasal dari Amerika, dan akan digunakan di Indonesia dimana bahasa dan budaya kedua negara tersebut sangat berbeda, maka
adaptasi perlu dilakukan.
Adaptasi pada umumnya hanya berkaitan dengan proses alih
bahasa dan penyesuaian konteks budaya, namun adaptasi tidak merubah struktur
skala sama sekali. Jadi jika item awal suatu skala berjumlah 10 dengan model
skala likert, maka skala adaptasi kita juga akan sama. Bisa dikatakan adaptasi
merupakan salinan persis skala asli namun dalam bahasa yang berbeda. Meskipun
secara teori sangat mungkin untuk melakukan suatu adatasi skala, namun dalam
prakteknya tidak mudah untuk menyesuaikan item yang memiliki ekuivalensi makna
namun tetap kontekstual dengan budaya lokal. Oleh karena itu, beberapa peneliti
tidak melakukan prosedur ini dalam penelitiannya, kecuali jika alat ukur yang
diadaptasi menggunakan stimulus berupa gambar atau angka saja, tanpa kalimat
verbal.
Beberapa skala juga memiliki izin hak cipta, oleh karena
itu untuk melakukan adaptasi diperlukan ijin dari pembuat skala aslinya. Meskipun
demikian, apabila ditemukan informasi bahwa skala tersebut adalah open source
atau dapat digunakan dan diaaptasi secara bebas, maka kita tidak perlu meminta
izin dari pembuatnya. Salah satu contoh skala yang bersifat open source adalah
TIPI (Ten Item Personality Inventory) yang dibuat oleh Gosling, Rentfrow, & Swann (2003). Skala ini sudah diadaptasi ke berbagai negara. Contoh penelitian
yang melakukan adaptasi ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ramdhani (2012) yang melakukan
adaptasi terhada Big Five Inventory.
Beaton et al. (2000) memberikan
guideline bagi peneliti yang hendak melakukan adaptasi. Secara singkat,
prosedur untuk melakukan adaptasi skala dijelaskan dalam skema di bawah ini.
Sumber: Beaton
et al. (2000)
Dari skema tersebut terlihat bahwa proses adaptasi
tidaklah mudah. Adaptasi dimulai dengan menerjemahkan skala ke bahasa tujuan
oleh dua penerjemah, baru kemudian diambil satu kesepakatan hasil terjemahan.
Hasil terjemahan tersebut kemudian diterjemahkan balik ke bahasa asal skala,
hingga diperoleh kesamaan makna. Jika sudah, skala direview oleh ahli, baik itu
pembuat skala asli, ahli metodologi, atau profesional dalam bidang bahasa. Baru
kemudian skala diujikan ke sampel kecil untuk dilihat pemahaman kalimat itemnya dan
juga ke sampel besar untuk dilihat validitas dan reliabilitasnya.
Modifikasi Skala
Karena prosedur adaptasi cukup panjang dan belum tentu
memiliki properti psikometris yang memuaskan setelah diuji, kebanyakan peneliti
Indonesia melakukan prosedur modifikasi skala. Prakteknya, biasa peneliti
menambahkan beberapa item dari skala yang asli untuk mengantisipasi jika banyak
item yang gugur setelah diujikan. Saya sebenarnya kesulitan mencari literatur
mengenai modifikasi skala ini, karena dalam jurnal internasional tidak banyak
peneliti yang melakukan prosedur ini. Namun secara umum, proses modifikasi
skala dilakukan dengan meminjam kerangka
teoritis dan beberapa item yang relevan, untuk kemudian dimodifkasi (direvisi
dan ditambah itemnya) sesuai dengan kebutuhan peneliti.
Dalam proses penyusunannya, modifikasi tidak
memerlukan ijin dari pembuat skala asli. Peneliti cukup menuliskan sitasi darimana teori dan skala
yang dimodifikasi itu diambil. Proses modifikasipun bermacam-macam, sebagian
besar dilakukan dengan menambah julah item dari skala asli karena takut banyak
item yang gugur nantinya. Namun ada juga yang mengurangi jumlah item, mengubah
format pilihan item, mengubah cara skoring, dll. Hal itu disesuaikan dengan
kebutuhan dari peneliti sendiri. Namun demikian, landasan teoritis yang
digunakan adalah sama seperti pada landasan teoritis skala aslinya.
Skala yang dimodifikasi tentu memerlukan validasi ulang. Hal
ini karena secara praktis kita hampir membuat skala yang sama sekali baru,
meskipun dengan kerangka teoritis yang sudah ada. Penelitian yang menggunakan
modifikasi skala bisa ditemui di sebagian besar skripsi dan tesis Psikologi di
Indonesia.
Konstruksi Skala
Istilah konstruksi skala pada sebenarnya mencakup seluruh
proses penyusunan skala mulai dari pembuatan item sampai dengan pengujian properti
psikometris skala tersebut. Konstruksi skala dilakukan ketika tidak ada skala
yang eksis untuk mengukur variabel yang ingin diteliti ataupun tidak adanya
skala yang memiliki properti psikometris yang memuaskan (Hinkin, Tracey, & Enz, 1997). Jadi
sebenarnya, istilah konstruksi skala merupakan istilah yang sangat umum. Proses
konstruksi skala menurut Hinkin et al. (1997) mencakup tujuh
langkah yang dijelaskan pada gambar di bawah.
Sumber: Hinkin et al. (1997)
Proses konstruksi skala dimulai dengan pembuatan item
(item generation). Item generation sendiri terdiri atas dua jenis, deduktif dan
induktif. Konstruksi skala deduktif menggunakan definisi konstrak teoritis yang
kemudian digunakan sebagai panduan untuk pembuatan item. Dari penjelasan itu,
terdapat kemiripan antara kontruksi skala deduktif denga modifikasi skala
karena item disusun dari kontrak teoritis yang sudah ada. Sedangkan kontruksi
skala induktif, pembuatan item diawali oleh studi eksplorasi terhadap suatu
fenomena yang tidak biasa. Tanggapan kemudian diklasifikasikan ke dalam
sejumlah kategori berdasarkan berdasarkan kata kunci atau tema. Dari kategori
ini, baru dibuatlah item.
Penjelasan kedua ini yang paling sering digunakan
peneliti Indonesia untuk menjelaskan istilah konstruksi skala. Meskipun dalam
pengertiannya kontruksi skala bermakna luas, tapi dalam prakteknya di
Indonesia, istilah konstruksi sering digunakan untuk menggambarkan proses
penyusunan skala yang tidak berdasarkan teori apapun. Jadi dalam prakteknya,
perbedaan antara modifikasi dan kontruksi adalah terletak pada landasan teori
yang mendasarinya. Jika skala itu dibuat berdasarkan teori yang sudah ada, maka
sering disebut modifikasi, dan jika skala dibuat berdasar teori yang belum ada,
maka sering disebut konstruksi.
Contoh penelitian konstruksi yang dilakukan di Indonesia
salah satunya adalah penelitian Anggoro & Widhiarso (2010) yang
mengkonstruksi skala kebahagiaan dari perspektif indigenous. Proses kontruksi
diawali dari studi eksplorasi untuk menemukan konstrak kebahagiaan versi
Indonesia, dari tema-tema yang muncul kemudian dilakukan pembuatan item dan disusun menjadi skala dari studi tersebut.
Beberapa jurnal referensi dapat didownload di halaman
download
Referensi:
Anggoro, W. J., & Widhiarso, W.
(2010). Konstruksi dan Identifikasi Properti Psikometris Instrumen Pengukuran
Kebahagiaan Berbasis Pendekatan Indigenous Psychology: Studi
Multitrait-Multimethod. Jurnal Psikologi, 37(2), 176–188.
Beaton, D. E., Bombardier, C., Guillemin, F., &
Ferraz, M. B. (2000). Guidelines for the process of cross-cultural adaptation
of self-report measures. Spine, 25(24), 3186–3191.
Gosling, S. D., Rentfrow, P. J., & Swann, W. B.
(2003). A very brief measure of the Big-Five personality domains. Journal of
Research in Personality, 37(6), 504–528.
Hinkin, T. R., Tracey, J. B., & Enz, C. A. (1997).
Scale Construction: Developing Reliable and Valid Measurement Instruments. Journal
of Hospitality & Tourism Research, 21(1), 100–120.
Ramdhani, N. (2012). Adaptasi Bahasa dan Budaya dari
Skala Kepribadian Big Five. Jurnal Psikologi, 39(2), 189–205.
Informasi yang sangat bermanfaat sekali Prof. Jadi penggunaan metode seperti apa yg digunakan tergantung tujuan dan kebutuhan peneliti sendiri.
ReplyDeleteSangat bermanfaat ilmunya
ReplyDeleteHalo kak, jadi saya menemukan jurnal bahwa peneliti menggunakan modifikasi dan kombinasi 2 skala, maksud kombinasi itu bagaimana ya kak? Sesangkan ada beberapa item yang dihapus oleh peneliti
ReplyDeletemohon maaf mas, boleh diperjelas nggak untuk referensi di bagian modifikasi skala?
ReplyDelete