Tulisan ini sebenarnya merupakan tugas mata kuliah Psikologi Positif, yaitu untuk mereview salah satu chapter dalam buku Psikologi Pertumbuhan karya Duane Schultz (1991). Berhubung tugas ini sudah dikumpulkan dan nilai sudah keluar, dan sayang sekali kalau hanya dosen pengampu mata kuliah saja yang membacanya, maka saya copykan tulisan di sini saja, siapa tahu bisa lebih bermanfaat.
Carl Rogers merupakan tokoh psikologi yang dibesarkan dalam keluarga yang menganut amaga Kristen. Pendidikan Rogers bercirikan ajaran Kristen yang kuat dan secara fundamental berpegang teguh kepada tingkah laku moral yang tepat dan kebajikan dengan kerja keras. Meskipun begitu, fundamentalismenya mulai luntur ketika ia mengikuti Konferensi Federasi Mahasiswa Kristen Sedunia di Cina, dia bertemu dengan banyak orang dengan beragam latar belakang intelektual dan kultural. Akibat dari pengalamannya di Cina ini adalah putusnya ikatan agama dan intelektual dengan orang tuanya dan muncul kesadaran bahwa akhirnya seseorang harus bersandar pada pengalamannya sendiri. Kepercayaan dan keyakinan akan pengalaman orang sendiri ini menjadi sendi pendekatan Rogers terhadap kepribadian. Rogers mendapat gelar Ph.D dari Columbia University Teachers College pada tahun 1931 dan terkenal berkat pengembangan terapi non directive atau client centered therapy. Pendekatan Rogers yang dihasilkannya memberikan suatu gambaran tentang kodrat manusia yang disanjung-sanjung dan optimis.
PENDEKATAN ROGERS
TERHADAP KEPRIBADIAN
Rogers banyak bekerja dengan individu-individu yang
terganggu dan mencari bantuan untuk mengubah kepribadian mereka. Model terapi
yang dikembangkan adalah client centered therapy dimana tanggung jawab utama perubahan kepribadian adalah
pada klien, bukan pada terapis. Apabila orang-orang bertanggung jawab atas
kepribadian mereka sendiri dan mampu memperbaikinya, maka mereka harus menjadi
makhluk yang sadar dan rasional. Makhluk yang sadar dan rasional tidak
dikontrol oleh peristiwa masa kanak-kanak. Masa sekarang dan bagaimana kita
memandangnya jauh lebih penting. Kepribadian harus diperiksa dan dipahami
melalui segi pandangan pribadi klien, pengalaman subjektifnya sendiri.
Kepercayaan Rogers terhadap pengalaman subjektif juga menjadikannya percaya
bahwa realitas adalah tergantung pada pengalaman perceptual masing-masing
individu. Walaupun demikian, Rogers meyakini adanya satu hal yang universal
dalam tiap individu, yaitu usaha aktualisasi.
MOTIVASI ORANG
YANG SEHAT: AKTUALISASI
Menurut Rogers, manusia memiliki suatu kencenderungn
sejak lahir, yaitu aktualisasi. Tidak ada segi pertumbuhan dan perkembangan
manusia yang terlepas dari aspek ini. Dalam tingkat terendahnya, adalah
mengenai kebutuhan fisiologis dasar yang kemudian membantu manusia
mempertahankan kelangsugannya. Namun, kecenderungan aktualisasi ini lebih dari
itu, yaitu memudahkan serta meningkatkan pematangan dan pertumbuhan manusia itu
sendiri. Proses maturisasi/pematangan tidak terjadi dengan sendirinya
berdasarkan “blue-print”, melainkan
membutuhkan banyak usaha. Oleh karena itu dibutuhkan suatu tenaga pendorong
yang memungkinkan manusia melakukan usaha-usaha pematangan diri, dan tenaga
pendorong itu adalah aktualisasi. Saat seseorang lebih besar, tingkat
perkembangan berubah dari fisiologis menjadi psikologis. Saat itulah mulai
berkembang proses aktualisasi diri yakni proses menjadi diri sendiri dan
mengembangkan sifat-sifat serta potensi psikologisnya yang unik.
PERKEMBANGAN ‘DIRI’
Dalam masa kecil, anak mulai membedakan atau memisahkan
salah satu segi pengalamannya dari semua yang lain-lainnya. Anak itu
mengembangkan kemampuan untuk membedakan antara apa yang menjadi milik atau
bagian dari dirinya dan semua benda lain yang di lihat, di dengar, diraba, dan
di ciumnya ketika dia mulai membentuk suatu lukisan dan gambaran tentang siapa
dia. Dengan kata lain, anak itu mengembangkan suatu “pengertian diri” (self concept). Perkembangan konsep diri
ini sangat dipengaruhi cinta dan kasih yang diterima dalam masa perkembangan,
yang disebut Rogers sebagai positive
regard. Untuk mengembangkan kepribadian yang sehat, anak memerlukan positive regard.
Ibu hendaknya memberikan cinta kasihnya tanpa bersyarat.
Artinya ibu tidak menuntut anak melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk
mendapatkan cinta kasih. Ini akan menghindarkan anak mengembangkan conditional positive regard (cinta kasih
bersyarat). Karena anak mengembangkan condotional
positive regard maka dia menginternalisasikan sikap-sikap ibu. Kepribadian
yang dikembangkan oleh anak itu bukan konsep dirinya sendiri melainkan konsep
kepribadian yang diinginkan oleh orang tuanya. Hal ini menjadikan anak
mengorbankan aktualisasi diri demi mendapatkan positive regard. Walaupun demikian, bukan berarti ibu harus
membenarkan setiap tingkah anak. Ibu juga perlu memberikan pendidikan jika
tingkah anak tersebut salah atau membahayakannya. Namun peringatan tersebut
hendaknya dilakukan tanpa membuat anak merasa bahwa ia harus melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu demi mendapat kasih sayang ibu.
Pribadi yang sehat tumbuh dalam kondisi sebaliknya. Salah
satu cirinya adalah penerimaan unconditional
positive regards (penghargaan positif tanpa syarat) pada masa kecilnya. Unconditional positive regard akan
menjadikan anak tidak mengembangkan syarat-syarat penghargaan. Ia akan
melakukan aktualisasi diri untuk mengembangkan seluruh potensinya. Setelah
segera setelah aktualisasi diri berlangsung, orang dapat maju ke tujuan
terakhir yaitu menjadi orang yang berfungsi sepenuhnya.
ORANG YANG BERFUNGSI SEPENUHNYA
Tiga
konsep dasar tentang Kepribadian sehat alat Rogers, ada tiga: yang
pertama, bahwa kepribadian yang sehat
bukanlah sebuah keadaan dari ada, tetapi merupakan suatu proses, suatu arah
bukan suatu tujuan. Yang kedua, bahwa aktualisasi diri adalah sebuah proses
yang sukar dan kadang menyakitkan. Yang ketiga adalah bahwa orang-orang yang
mengaktualisasikan dirinya adala benar-benar diri mereka sendiri.
Adapaun
5 sifat orang yang berfungsi sepenuhnya menurut Rogers :
1. Keterbukaan
pada Pengalaman
Kepribadian bersifat fleksibel, tidak
hanya mau menerima pengalaman-pengalaman yang diberikan oleh kehidupan, tetapi
juga dapat menggunakannya dalam membuka kesempatan untuk persepsi dan ungkapan
baru. Orang yang berfungsi sepenuhnya mengalami lebih banyak emosi dibanding
orang-orang yang bersifat defensif.
2. Kehidupan
Eksistensial
Orang
yang berfungsi sepenuhnya, akan hidup sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan. Setiap pengalaman baru dapat dirasakan
sebagai sesuatu yang segar dan fresh, dan seseorang tidak perlu mengontrol pengalamannya
tetapi dapat mengalir dengan tenang di dalamnya.
3. Kepercayaan
Terhadap Organisme Orang Sendiri
Orang
yang bisa berfungsi sepenuhnya dapat melakukan sesuatu yang menurut dirinya
benar, dan itu berdasarkan kepada analisis yang rasional. Organismenya
secara keseluruhan, baik sadar dan tak sadar, faktor emosional maupun
intelektual, akan menyerap semua informasi yang diterima. Hal ini menjadikannya
dalam membuat keputusan dapat mempercayai organismenya sendiri, intuisinya,
impuls-impuls yang timbul seketika. Dalam perilaku tersebut, terdapat banyak
spontanitas dan kebebasan, tetapi tidak sama dengan bertindak terburu-buru atau
sama sekali tidak memperhatikan konsekuensi atas tindakan.
4. Peraaaan
Bebas
Orang
yang sehat dapat dengan bebas memilih tanpa adanya paksaan atau rintangan
antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang berfungsi sepenuhnya
memiliki suatu perasaan berkualitas secara pribadi mengenai kehidupan, dan
percaya bahwa masa depan bergantung pada dirinya, tidak diatur oleh perilaku,
keadaan, maupun peristiwa masa lalu. Karena merasa bebas dan berkuasa, ia
menjadi mampu melihat banyaknya pilihan dalam kehidupan dan mampu melakukan
pilihan-pilihan tersebut sesuai kehendaknya.
5. Kreativitas
Orang
yang berfungsi sepenuhnya sangat kreatif. Orang yang kreatif dan spontan tidak
terkenal karena konformitas atau penyesuaian diri yang pasif terhadap tekanan
sosial dan kultural. Karena mereka tidak bersikap defensif, mereka tidak peduli
pada kemungkinan perilaku mereka diterima oleh orang lain ataupun tidak. Namun,
mereka dapat benar-benar menyesuaikan diri dengan tuntutan dari situasi khusus
apabila konformitas yang ada akan membantu memenuhi kebutuhan mereka dan
memungkinkan mereka mengembangkan diri hingga ke tingkatan paling penuh.
REFERENSI
Schutz, D. (1991). Psikologi
Pertumbuhan: Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Kanisius
No comments:
Post a Comment