Dalam kita mengkategorisasikan data, terkadang pertanyaan
yang sering muncul adalah, kita mau pakai statistik hipotetik atau empirik nih?
Dulu waktu skripsi, saya menggunakan statistik hipotetik karena dalam buku salah
satu profesor saya (Pak Azwar), untuk mengkategorikan subjek ke dalam kelompok tinggi,
sedang, dan rendah yang digunakan adalah statistik hipotetik. Namun kemudian
oleh dosen penguji prosedur saya ini dikatakan salah. “Untuk apa kita mengambil
data sampel, kalau kita mengkategorisasikannya memakai statistik hipotetik”,
begitu kata beliau. Saya yang saat itu masih polos diam saja dan mengiyakan saja
perkataan dosen penguji. Sekarang saya coba merefleksikan saran itu kembali
dan menuliskan pendapat saya
mengenai perbedaan keduanya di sini. Untuk cara kategorisasinya dapat dilihat di sini
Oiya, bagi yang belum tahu maksudnya statistik hipotetik dan empirik, jadi gambarannya begini. Statistik yang dimaksud di sini banyak merujuk ke mean dan standar deviasi (SD). Jadi statistik hipotetik adalah nilai mean dan SD yang mungkin diperoleh dari sejumlah item soal. Jadi kalau suatu tes dengan skala 0-4 memiliki 6 item, maka nilai terendah (Xmin) yang mungkin diperoleh adalah 0 dan nilai tertinggi yang mungkin diperoleh (Xmaks) adalah 24. Dengan demikian mean hipotetiknya adalah titik tengah 0 dan 24 yaitu 12. Sementara SD hipotetiknya adalah 24/6=4. Sementara statistik empirik adalah statistik yang diperoleh dari data sesungguhnya pada sampel kita. Bisa jadi nilai mean dan SD nya lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan mean dan SD hipotetiknya.
Ilustrasi
Dalam suatu ujian matematika, dari 100 soal yang ada, Ali
berhasil menjawab soal 55 dengan benar. Pertanyaannya, bagaimanakah kategori
nilai Ali tersebut, apakah termasuk kelompok rendah, sedang, atau tinggi? Jika
dalam ujian itu hanya Ali saja yang diuji, tentulah kita tidak memiliki
pembanding, dengan demikian satu-satunya pembanding yang dapat digunakan adalah
alat tes tersebut. Karena nilai 55 hanya sedikit di atas mean (mean
hipotetik=50), maka bisa kita katakan nilai Ali tersebut sedang. Namun bagaimana
jika soal tersebut sebenarnya sangat sulit, dan mean dari nilai 100 siswa dalam
ujian matematika ini adalah 25? Tentu bisa kita katakan, nilai Ali ini masuk kategori
tinggi dalam kelompoknya. Kita juga bisa mengatakan, jika dengan melihat jumlah
soal, secara keseluruhan nilai matematika 100 siswa tersebut adalah rendah.
Jika digambarkan bentuk histogramnya kira-kira seperti
ini.
Kembali ke pengelompokan menggunakan statistik hipotetik
atau empirik. Penggunaan statistik empirik didasarkan pada kurve normal
distribusi skor suatu kelompok, dengan demikian kategorisasi dengan menggunakan
statistik empirik akan selalu menghasilkan pola kategori yang sesuai seperti
bentuk kurve normal, yakni yang masuk kategori sedang selalu lebih banyak
dibanding yang masuk kategori tinggi dan rendah. Sementara penggunaan statistik
hipotetik tidak selalu mengikuti kurve normal dari skor kelompok.
Sebagai gambaran, dari contoh di atas kalau digunakan
statistik empirik dan hipotetik, kurang lebih kategoriasinya akan seperti ini.
Hasil kategorisasi berdasarkan statistik empirik
Kelompok
|
Jumlah
|
Rendah
|
21 (21%)
|
Sedang
|
50 (50%)
|
Tinggi
|
19 (19%)
|
Hasil kategorisasi berdasarkan statistik hipotetik
Kelompok
|
Jumlah
|
Rendah
|
93 (93%)
|
Sedang
|
4 (4%)
|
Tinggi
|
1 (1%)
|
Dari dua contoh kategorisasi skor matematika di kelas
dengan menggunakan statistik empirik dan hipotetik di atas kita dapat lihat
bahwa, jika kita menggunakan statistik empirik, kategorisasi akan membentuk
distribusi normal, sedangkan pada statistik hipotetik tidak. Lalu apa beda
keduanya? Kembali lagi pada tujuan mengkategorisasikannya. Jika tujuannya
adalah melihat posisi relatif individu pada kelompoknya, maka yang digunakan
adalah statistik empirik. Jadi nilai Ali yang hanya 55 masuk kategori tinggi
dalam kelompok kelas itu. Namun jika tujuannya adalah melihat skor kelompok
secara umum, maka yang digunakan adalah statistik hipotetik.
Jadi secara umum, statistik empirik tepat jika digunakan
untuk interpretasi pada level individu, sedangkan statistik hipotetik cocok
untuk interpretasi kelompok. Menggunakan statistik empirik untuk interpretasi
kelompok tentu akan bias dan tidak memberikan banyak informasi, karena sudah
pasti secara umum subjek akan berada ada kategori sedang. Sementara menggunakan
statistik hipotetik untuk interpretasi individu juga tidak fair karena tidak
melihat nilai anggota kelompok yang lain.
Dalam interpretasi hasil pengukuran kita juga mengenal ada
dua pendekatan yang sering digunakan, yakni referensi berupa norma (norm referenced) dan referensi berupa
kriteria (criterion referenced). Penggunaan
referensi berupa norma berusaha untuk membedakan antara individu dalam
populasi, sementara refrensi berdasarkan kriteria berusaha membedakan penguasaan
individu berdasarkan kriteria yang ditentukan. Sebenarnya kedua hal ini juga
setara dengan penggunaan statistik empirik dan hipotetik. Statistik empirik
setara dengan pendekatan referensi berupa norma, sementara statistik hipotetik
setara dengan pendekatan referensi berupa kriteria.
Dampak dari penggunaan referensi berupa norma adalah
melibatkan sampel yang jumlahnya cukup besar, seperti yang digunakan dalam tes
inteligensi. Skor yang diperoleh seseorang akan dilihat posisi relatifnya
berdasarkan skor pada populasi. Contohnya adalah pada tes Inteligensi. Pada
tahap pembuatan alat tes akan dibuat norma yang digunakan untuk interpretasi
skor individu. Norma dibuat dengan mengambil sampel yang cukup banyak, karena
diharapkan norma ini akan mewakili populasi. (sebagai contoh norma tes WJ-IV
dibuat dari sampel sejumlah 7.000 orang).
Sementara penggunaan referensi menggunakan kriteria menghendaki
alat ukur yang sudah tervalidasi berulang kali. Kriteria yang ditetapkan bisa
disesuaikan dengan tujuan pengukuran. Misalnya, tes TOEFL digunakan untuk
seleksi beasiswa. Pantia menetapkan batas minimal tes TOEFL adalah 500, dengan
demikian interpretasi skor tersebut hanya berlaku pada individu tersebut tanpa
melihat skor kelompok.
Dari penejelasan di atas, dapat dirangkum perbedaan penggunaan
statistik empirik dan hipotetik sebagai berikut.
Statistik
empirik
|
Statistik
hipotetik
|
Digunakan untuk melihat posisi relatif individu
terhadap kelompok
|
Digunakan untuk melihat posisi relatif kelompok beasarkan
alat ukur
|
Interpretasi relatif terhadadap kelompok. Berbeda
kelompok akan menghasilkan kategori yang berbeda.
|
Interpretasi relatif terhadap alat ukur. Berbeda
tingkat kesulitan alat ukur (meskipun megukur variabel yang sama) dapat
menghasilkan kategori yang berbeda.
|
Menggunakan sampel yang besar
|
Menggunakan alat ukur yang sudah tervalidasi berulang
kali
|
Jadi memakai
statistik empirik atau hipotetik?
Secara mudah seperti ini saja
- Jika tujuan utama untuk melihat posisi relatif individu
dalam kelompok, maka gunakan statistik empirik. Jika tujuan utama untuk melihat
posisi relatif kelompok secara umum terhadap alat tes, gunakan statistik
hipotetik.
- Jika alat tes sudah memiliki norma yang disusun dari statistik
empirik sampel dalam jumlah banyak sebelumnya, gunakan statistik empirik. Misal,
tes inteligensi yang sudah dibuat normanya berdasarkan ribuan sampel sebelumnya,
gunakan kategorisasi dari statistik empirik alat tes inteligensi tersebut.
- Jika penelitian hanya dilakukan pada sampel yang sedikit,
atau hanya untuk menggambarkan data kita secara umum tanpa digunakan untuk
interpretasi lebih mendalam terhadap individu, gunakan statistik hipotetik.
Subjek penelitian saya adalah remaja yang mengalami kekerasan emosional, untuk memilih subjek dalam penelitian saya menggunakan instrumen. Remaja yang kekerasan emosinya berada pada kategori tinggi saya pilih menjadi subjek penelitian saya. Akan tetapi, saya masih bingung untuk pengkategoriannya apakah saya harus menggunakan statistik empirik atau hipotetik ya? Terimakasih
ReplyDeleteMas Saya mau tanya, apakah rumus pengkategorian statistik empirik dan hipotetik itu sama?
ReplyDeleteAtau apakah rumus mencari mean dan SD hipotetik dan empirik itu sama mas?
Rumus kategorisasinya sama saja, Kalau rumus mencari mean dan SD empirik dan hipotetik sedikit beda. Kalau empirik ya pakai rumus ngitung data asli pada umumnya (banyak di buku-buku statistik), kalau hipotetik ada di sini https://www.semestapsikometrika.com/2018/07/membuat-kategori-skor-skala-dengan-spss.html
ReplyDeletesaya mau tanya untuk pengkategorian data tapi distribusi tidak normal harus menggunakan apa?
ReplyDeletePada paragraf 2 : Jadi statistik hipotetik adalah nilai mean dan SD yang mungkin diperoleh dari sejumlah item soal. Jadi kalau suatu tes dengan skala 0-4 memiliki 6 item, maka nilai terendah (Xmin) yang mungkin diperoleh adalah 0 dan nilai tertinggi yang mungkin diperoleh (Xmaks) adalah 24. Dengan demikian mean hipotetiknya adalah titik tengah 0 dan 24 yaitu 12. Sementara SD hipotetiknya adalah 24/6=4. Sementara statistik empirik adalah statistik yang diperoleh dari data sesungguhnya pada sampel kita. Bisa jadi nilai mean dan SD nya lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan mean dan SD hipotetiknya.
ReplyDeleteParagraf 8 : jika kita menggunakan statistik empirik, kategorisasi akan membentuk distribusi normal, sedangkan pada statistik hipotetik tidak.
Sepertinya ada kontadiksi, Brother.
klo mau meniali 130 responden itu pakai empirik atau hipotetik. karna tidak ada kriteria responden yg spessifik?
ReplyDeleteKa mau tanya
ReplyDeletePenelitian saya ttg minat motivasi dan kebiasaan belajar tempat bimbel saya bekerja sebanyak 80 sampel statistik yg tepat digunakan empirik atau hipotetik ka?
Terimakasih sebelumnya ka
Kk mau tanya hasil ukur di DO itu patokanny apakah di master tabel nilai meannya apa boleh kita bikin skore patokan sendiri kk?
ReplyDeleteKk mau tanya hasil penelitian saya dg menggunakan tabel kategorisasinya nilai empirik lebih rendah dari nilai hipotetik kira" saat dtnya penguji alasannya knp ya,? Terima kasih
ReplyDeleteapakah saya bisa meminta referensi artikel ini? saat ini saya sedang menyusun skripsi dan membutuhkan penjelasan terkait kedua kategorisasi data, namun saya tidak bisa mengutip blog pribadi. Terima kasih
ReplyDeleteApakah menerbitkan buku menganai kategorisasi skor empirik dan hipotetik? Saya bisa beli dimana?
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThank You Pak Dosen
ReplyDeleteMakasih Banyak Pak Dosen
ReplyDeleteKak ingin tanya. Saya menghitung data menggunakan kategorisasi hipotetik. Berdasarkan kategorinya berada pada kategori sedang. Akan tetapi berdasarkan distribusi frekuensinya paling banyak berada pada kategori tinggi. Saya masih tidak paham mengapa demikian.
ReplyDelete